Sudah 5 tahun saya dan suami menikah namun belum juga dikaruniakan anak. Sejak awal kami tidak pernah ingin menunda memiliki anak. Tidak pernah terbersit dalam pikiran saya sebelum menikah bahwa setelah saya menikah akan susah punya keturunan. Apalagi riwayat keluarga kami berdua sepertinya subur. Suami saya 4 bersaudara dan saya 3 bersaudara. Saya sendiri pun selalu lancar menstruasi, tepat waktu, dan tidak pernah merasakan sakit perut yang berlebihan setiap bulannya.
Sering kali saya kecewa apabila mendapatkan menstruasi, berarti saya gagal hamil kembali. Apalagi kalau saya sudah telat beberapa hari dan dalam hati sudah ngarep. Eh kembali saya kecewa lagi. Awal-awal pernikahan kami, saya menangis setelah dapat menstruasi karena saking inginnya punya anak. Pernah saya telat sampai 8 hari dan sudah sangat berharap sampai akhirnya kami beli test pack. Kemudian saat dicek ternyata garis 2 yang diharapkan tidak muncul. Setelah itu besoknya saya mendapat menstruasi dan rasa sedih pun datang kembali.
Rasanya juga sedih saat mendengar kabar bahwa teman kami sudah hamil padahal kami duluan yang menikah. Bahkan akhirnya ada juga yang sudah hamil anak yang kedua. Hal ini kami alami berulang-ulang.
Ada kalanya saat kecewa saya pun merasa marah pada Tuhan. Saya merasa seakan-akan Tuhan tidak mendengarkan doa saya. Masih segar dalam ingatan saya dimana saya hadir di Kebaktian Perayaan Natal kantor dan saya terima WA dari mertua saya : "Angga jangan sedih ya, cici hamil lagi". Ya, kakak ipar saya yang setau saya tidak ingin menambah anak malah hamil, sementara saya yang ingin sekali hamil tetap belum hamil. Di tengah kebaktian saya menangis sampai bos saya pun kaget dan berusaha menenangkan saya. Pulang ke rumah pun masih menangis.
Saya pun bertanya-tanya pada Tuhan apa kesalahan yang sudah kami buat sampai doa kami tidak kunjung dijawab juga. Apa Tuhan sedang menghukum kami? Apa kesalahan yang kami buat? Saya pun mulai mengingat-ingat apa yang sudah saya lakukan. Separuh hidup saya habiskan untuk melayani Tuhan. Sejak SMP saya sudah main musik di kebaktian untuk melayani Tuhan. Bahkan setiap minggu saya bisa pelayanan di 2 kebaktian umum dan sekolah minggu. Itu pun dimana saat besoknya saya ujian sekolah dan ujian nasional. Saya lebih mengutamakan pelayanan dibandingkan dengan ambisi saya dalam berprestasi. Saat kuliah rumah kedua saya adalah gereja. Saya aktif di persekutuan doa, pelayanan musik, pelayanan pendalaman Alkitab, dll. Selain itu saya juga sudah rutin mengembalikan persepuluhan sejak saya SMP dan memberikan persembahan. Kenapa Tuhan tega sekali melakukan hal ini pada saya? Apa yang kurang saya lakukan untuk Tuhan? Beberapa kali hal ini saya keluhkan pada Tuhan dan rasanya pun seperti tidak ada jawaban.
Di tengah keadaan tersebut, perlahan saya belajar ada hal-hal yang bisa disyukuri. Tidak mudah menyadarinya tapi Tuhan membuka mata saya sedikit demi sedikit. Saya bersyukur punya orang tua, mertua, dan keluarga yang tidak pernah bertanya : "kapan punya anak?", "udah hamil belum?". Yes, budaya orang Indonesia yang kadang kepo tanya kapan punya pacar, kapan nikah, kapan punya anak, kapan punya anak kedua, dst. Hal sederhana tapi sangat membantu kami untuk tidak stress dikejar punya anak. Walaupun saya tahu orang tua saya ingin segera punya cucu pertama tapi mereka tidak pernah memberi tekanan sedikit pun pada kami. Selain itu, tinggal di Jakarta membuat orang-orang juga tidak kepo. Teman kantor saya, teman kantor suami, dan tetangga pun tidak pernah memberikan pertanyaan konyol seperti itu. Jadi kami sungguh bersyukur punya lingkungan yang mendukung seperti itu.
Hal selanjutnya yang disadari beberapa tahun kemudian yaitu Tuhan kasih kami berdua kesempatan untuk bekerja menguatkan kondisi finansial. Kalau dulu sehabis menikah kemudian saya langsung hamil, saya engga kebayang cara menyesuaikan dengan kondisi ekonomi kami dimana saat itu kami belum punya rumah, isi rumah, mobil, tabungan, dll. Kami berdua bekerja keras dan Tuhan berkati kami sedemikian rupa sehingga setidaknya sekarang kami cukup siap secara finansial untuk punya anak. Saya rasa tidak ada orang tua yang tidak menginginkan yang terbaik untuk anaknya dari nutrisi saat hamil, obygn, rumah sakit untuk bersalin, perlengkapan bayi, dll.
Hal terakhir yaitu Tuhan membentuk karakter kami berdua, Saya terbiasa menjadi orang yang keras, target-oriented, dan tidak sabar. Sementara itu suami saya tipikal orang yang santai, tidak ada target, dan semua serba mengalir. Tahun pertama pernikahan kami diwarnai dengan beberapa kali pertengkaran. Setelah sedikit demi sedikit Tuhan mengubah karakter kami sehingga hubungan kami jauh lebih baik. Sekarang rasanya kami bertengkar hanya 1 kali setahun dan rasanya tidak lebih dari 2 hari. Sejujurnya saya sudah tidak ingat kapan terakhir kali kami bertengkar karena jarang sekali. Saya menjadi pribadi yang lebih sabar dan pengertian, sementara suami saya menjadi pribadi pekerja keras dan bertanggung jawab pada keluarga. Kalau dulu kami langsung dikaruniakan anak maka kasian juga anak kami harus menyaksikan beberapa pertengkaran yang sebenarnya sepele. Atau setelah cape bekerja dan mengurus anak maka masih ada adegan bertengkar, ya lelah juga.
Oh ya, baru keingat ini hal yang terakhir banget. Lima tahun menunggu anak membuat kami juga punya waktu untuk pacaran, secara saat pacaran selama 3,5 tahun selalu LDR. Sepertinya hal yang sederhana juga, tapi saya bersyukur dimana Tuhan kasih kami kesempatan untuk berdua nonton bioskop, jalan-jalan ke mall, ngafe, travelling ke luar kota dan luar negeri. Atau sebagai perempuan, saya suka sekali sama baju, tas, sepatu, dan kosmetik. Sepertinya baju, tas, sepatu, dan kosmetik yang saya miliki tidak pernah cukup sampai lemari sudah kepenuhan. Mumpung belum punya anak dan ada uang lebih maka saya bisa beli barang-barang yang saya mau dan bisa foto-foto di cafe instagramable dimana perut saya pun masih langsing. Kalau sudah punya anak ya saya enggak tau masih bisa langsing atau enggak atau punya kesempatan enggak untuk ngopi cantik di cafe. Hehehe...
Tidak mudah menanti jawaban Tuhan dan terus bersandar pada pengharapan akan janji-Nya. Rasanya selalu tidak menyenangkan berada dalam ruang tunggu. Walaupun begitu, selalu ada hal-hal yang bisa disyukuri. Dengan bersyukur maka saya rasa akan membantu kita untuk melihat kebaikan Tuhan dan terus berjalan maju dalam pengharapan untuk menggenapi kehendak-Nya. Satu yang saya imani, semua hal dapat Tuhan lakukan kecuali satu, Tuhan Yesus tidak pernah bisa mengingkari janji-Nya terhadap saya. Saat berdoa saya terus menagih janji-Nya kepada saya.
Apa janji Tuhan pada saya? Saya akan bahas di next post saja ya. See you! :)
Can't waittttt for the next post sista!
ReplyDelete